Cirebon dikenal memiliki ragam tradisi dan budaya. Dalam sejarahnya Cirebon dibangun oleh sejumlah suku dan etnis.
Selain Jawa dan Sunda, etnis Tionghoa dan Arab pun memiliki peran. Salah satu buktinya adalah kehadiran Kampung Arab di Cirebon, tepatnya di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat.
Sejarawan Cirebon, Opan Safari mengatakan kedatangan masyarakat Arab ke Cirebon sekitar tahun 1418, bersama dengan Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah. Bersama Sunan Gunung Jati, masyarakat Arab turut serta menyebarkan ajaran Islam.
"Rombongan Arab ini datang bersama Syekh Nurjati atau Syek Idofi Mahdi melalui jalur navigasi yang dibuat Cheng Ho. Kemudian, Sunan Gunung Jati datang. Namun, metode penyebaran Islamnya berbeda. Sunan Gunung Jati itu lebih santun dibandingkan dengan lainnya," kata dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu saat dihubungi detikTravel, Senin (9/10/2017).
Dalam perkembangannya, sambung Opan, Sunan Gunung Jati membagi wilayah berdasarkan suku bangsanya. Karena, banyak warga Arab yang memilih menetap dan menikah dengan pribumi. Panjunan pun dipilih sebagai basis warga keturunan Arab.
|
"Warga Arab di Panjunan itu dulunya banyak yang berdagang. Selain itu, Panjunan juga dulunya dikenal sebagai sentra kerajinan dari tanah liat. Namun, kini itu sudah berubah, di sana sudah jadi pertokoan dan warga Arab sudah berbaur dengan warga lainnya," ucapnya.
BACA JUGA: Destinasi Baru dari Cirebon: Museum Modern di Keraton Kasepuhan
Kini Panjunan pun menjadi pusat elektronik di Cirebon, hanya tersisa tidak lebih dari lima toko yang menjual hasil kerajinan dari tanah liat.
Sementara itu, Ketua RW 5 Kenduruan Kelurahan Panjunan, Zaki Mubarak mengatakan kerajinan tanah lihat pada zaman dulu didominasi oleh pribumi Cirebon. Warga Arab saat itu turut memperdagangkan tanah liat.
"Dulu memang banyaknya berdagang, macam-macam yang didagangkan. Nah, sekarang warga Arab di Cirebon mayoritas buka toko minyak wangi. Sebelum minyak wangi, mebel juga sempat tumbuh di sini," kata Zaki saat ditemui detikTravel di rumahnya.
|
Zaki juga tak menampik, kerajinan dari tanah liat atau gerabah sempat menjadi primadona di Panjunan. Di RW 5 Kenduruan, sambungnya dahulu menjadi tempat pembakaran hasil kerajinan. Untuk pembuatan kerajinannya, dikatakan Zaki berpusat di RW 8 Panjunan. Selain itu, bukti peninggalan warga Arab di Cirebon adalah Masjid Merah Panjunan yang dijadikan sebagai salah satu pusat penyebaran Islam di tanah Cirebon.
"Rumah saya ini dulu tempat pembakarannya mas, semacam celengan terus kaya kendi dan lainnya. Sekarang mah hanya tinggal dua toko kerajinan mas," katanya.
Ia menjelaskan kedatangan warga Arab di Cirebon dimulai sejak penyebaran Islam yang dilakukan pada zaman Sunan Gunung Jati. Zaki yang juga keturunan dari etnis Arab itu mengaku saat ini jumlah warga Arab di Panjunan mulai berkurang.
|
"Sekarang sudah banyak yang pindah mas. Sekitar 30 persen masih di sini. Kalau saya di sini saja, saya asli dari Timur Tengah keturunannya. Cuma bukan Arab Saudi, tapi Yaman," katanya.
Kendati jumlah penduduk Arab mulai berkurang, Panjunan tetap dikenal sebagai Kampung Arab. Warga Arab di Panjunan memiliki tradisi sendiri, setiap hajatan hiburan dan masakannya selalu bercitarasa Arab.
Selain itu, Zaki juga mengatakan warga keturunan Arab di Panjunan masih aktif melakukan silaturahmi, sedikitnya ada dua komunitas yang masih aktif yakni Habaib dan Al Irsyad. "Golongan Habaib sama golongan Syekh, tapi kita tidak bentrok. Alhamdulilah akur, sampai sekarang masih aktif, seperti pengajian bulanan dan mingguannya," katanya. (krn/aff)
0 Response to "Begini Kisah Kampung Arab di Cirebon"
Posting Komentar