Bisa! Liburan Long Weekend Sambil Lari di Singapura

detikTravel Community -  

Singapura tidak hanya asyik untuk wisata belanja atau jalan-jalan, tapi juga untuk lari. Mumpung long weekend, cobalah lari di Singapura.

Mendengar kata Singapura, yang terbersit pertama kali di pikiran banyak orang adalah Patung Merlion, Orchard Road, Sentosa Island atau wisata belanja.

Baiklah, bila baru pertama kali mengunjungi negara ramah pejalan kaki ini, bolehlah memenuhi daftar lihat atau menghabiskan swafoto sepanjang jalan Orchard (dengan latar belakang papan nama Orchard Rd tentunya) atau berpose menampung air mancur Patung Merlion.

Bila ingin menikmati Singapura dengan cara yang berbeda, apalagi penggemar olahraga lari, jangan pernah melewatkan lari/jogging di berbagai macam jalur lari di kota yang jalur transportasinya disebut sebagai salah satu yang terbaik di dunia.

Dari mencari tahu di internet, saya mendapatkan banyak informasi lokasi maupun jadwal lomba di sini. Namun, pilihan saya jatuh pada dua buah lokasi yang paling menarik menurut kebanyakan penggemar lari sebagai tempat terbaik untuk menikmati pemandangan sekaligus berolahraga, yaitu South Ridges Trail dan Singapore River.

Lain lagi bila ingin mengikuti lomba lari di negara yang disebut mantan presiden BJ Habibie sebagai 'si titik-merah-kecil'. Singapura ini memiliki event lomba lari tingkat internasional yang menjadi tujuan banyak pelari, baik pelari hura-hura seperti saya maupun pelari profesional.

Sebut saja Sundown Marathon atau Standard Chartered Marathon yang berjarak 42 kilotemer atau Craze Ultra 100 miles yang berjarak ultra (di atas 50 kilometer). Bahkan negara dengan seluas Jakarta Selatan aja ini pun memiliki komunitas khusus Ultra Marathoners.

Lima hari disini, saya menyempatkan diri mencoba dua jalur lari tersebut yang menurut saya paling menarik.

South Ridges Trail.

Membaca namanya pertama kali, langsung saya putuskan harus saya coba. Kapan lagi bisa menjajal jalur trail di negara lain? Singapura pula. Saya belum pernah mendengar tentang jalur lari trail di negara yang terkenal dengan wisata belanja ini.

Setelah mempelajari jalur transportasinya, pagi itu, sekitar pukul 08.00 saya keluar dari hotel tempat saya menginap di Orchard Road. Menggunakan MRT dari Orchard, saya menuju ke St Dhobby Ghaut dan berganti menuju Harbour Front. Di sini, di bagian belakang stasiun adalah pintu masuk Marang Trail yang akan menghubungkan jalur panjang berikutnya.

Dan, ternyata sedikit berbeda, dengan bayangan saya. Trail yang dimaksud ternyata adalah jalan menanjak yang sudah dibeton dan undak tangga dari papan. Setidaknya itu kesan pertama.

Meskipun demikian, berlari di bawah pepohonan yang rimbun cukup memberikan nuansa hutan. Tetap saja medan menanjak sungguh sangat menguras tenaga. Berjarak sekitar 800 meter, ketinggian 70 meter atau setara gedung 24 lantai, paha saya terasa terbakar. Belum panas kaki berlari, sudah dihajar beginian.

Saya sampai tidak ingat membutuhkan waktu berapa lama untuk mencapai puncaknya. Sepertinya sekitar 5 menit dengan keringat bercucuran dan dada kembang kempis. Untungnya pepohonan yang teduh cukup menyejukkan.

Sebelum berlari, ketika sedang pemanasan, yang paling jelas terlihat dan menarik perhatian saya adalah tanda-tanda aturan yang jelas serta peta lokasi termasuk jalur trekking.

Berikutnya pun di beberapa persimpangan, selain tanda arah, juga beberapa peta lokasi yang menunjukkan posisi kita saat itu. Jadi, bila sebelumnya kita sudah memilih jalur pun, saya yakin kita tidak akan tersesat karena penunjuk arah yang memadai.

Begitu pula bila kita datang tanpa persiapan dan hanya ingin menjelajahi taman trekking ini. Oh iya, ada beberapa titik keran air bisa minum.

Jalur berikutnya adalah jalur datar dan menuruni bukit. Tentu saja tetap dengan permukaan yang sudah diaspal atau beton. Hari itu adalah hari kerja jadi suasana sepi.

Hanya ada beberapa pekerja taman yang tampak merawat beberapa mesin dan tanaman. Ada yang sedang jogging dan sekedar berjalan-jalan menikmati udara dan pemandangan.

Setelah mengikuti beberapa trek, saya lalu menemukan bagian yang paling menarik yaitu Jembatan Gelombang Henderson. Jembatan penyeberangan yang menghubungkan dua taman dan melewati jalan raya diatas ketinggian hampir 40 meter.

Struktur jembatannya sangat menarik dan bila malam hari, lampu-lampu yang diletakkan menonjolkan bentuk gelombangnya. Setidaknya begitu yang saya lihat di foto malam harinya di internet.

Melewati Henderson Waves (bukan wifes), saya mengambil gambar, video dan tentu saja tidak melewatkan kesempatan menengok ke bawah. Jalan raya dan gedung-gedung bertingkat serta pemandangan pelabuhan menuju Pulau Sentosa. Ada beberapa bagian dimana disediakan tempat duduk dengan atap peneduhnya.

Dari sini, saya lalu kembali membaca peta, yang sekali lagi mudah ditemukan di titik-titik tepi jalur dan arah kemana sebaiknya untuk kegiatan lari saya pagi ini. Banyak pilihan, saya mencoba sebuah perbukitan dan turun menuju jalan raya lalu memutari bukit dan berujung di lokasi peristirahatan.

Di sini, banyak warga senior yang sedang duduk menikmati pagi yang tenang, melakukan tai-chi atau sekedar membaca koran. Sungguh pemandangan yang biasanya hanya kulihat di televisi.

Peta menunjukkan bahwa ada jalur trail sesungguhnya dengan sebutan Earth Trail di sisi sebelah bukit ini, kesanalah saya kemudian. Menyusuri tepian jalan raya pun terasa nyaman dengan bagian khusus pejalan kaki yang banyak tersedia di setiap bagian di negara ini.

Masuk ke bagian Earth Trail, ada pengumuman bahwa jalur bawah atau Earth Trail sedang diperbaiki sehingga disarankan untuk menggunakan jalur jembatan dari besi dengan bentuk semacam jalur papan di Hutan Mangrove di Muara Angke, Jakarta Utara.

Namun, beberapa hari hidup dengan banyak aturan, membuat naluri saya tetap ingin mengikuti jalur bawah tanah ini. Bukan tanah juga sih melainkan aspal bolong-bolong. Yah, miriplah sama jalan raya Semarang-Grobogan atau Pantura

Baru dibagian ini, saya bisa berlarian dengan senang, seperti merasakan trail di tempat saya. Tentu saja tidak bisa dibandingkan namun setidaknya nuansa yang dihasilkan serupa. Di ujung jalur bawah-tanah ini akan bertemu dengan jalur jembatan besi dibagian atas.

Saya menghabiskan beberapa waktu di sini. Menikmati rimbunnya pepohonan. Dan tentu saja, saya penasaran ingin mencoba jalur jembatan besi ini turun ke bawah. Meskipun ada jalur yang bisa saya pergunakan untuk meneruskan perjalanan dibagian atas.

Kebersihan. Kata itu benar-benar meresap dipandangan saya. Saya jadi ingat dengan obrolan teman-teman saya dulu di kampus bila kami hendak mendaki gunung. Katanya, bila sedang tersesat di jalur pendakian gunung, cari saja sampah. Pasti akan ketemu jalan pulang karena sampah menunjukkan bahwa titik itu dilewati manusia. Ironis sekali.

Di sini tak kutemukan satupun sampah bawaan manusia. Tersesat? Hanya orang malas melihat-lihat tanda petunjuk arah atau dengan sengaja menyesatkan dirinya baru tersesat itu bisa terjadi.

Setelah menikmati taman kota ini selama kurang lebih dua jam, saya putuskan untuk kembali ke hotel dan bersiap untuk jalan-jalan menikmati bagian lain dari negara dengan luas 697 km persegi ini.

Singapore River

Yang kedua ini adalah jalur lari ringan sembari berwisata. Melewati Patung Merlion si Singa, Marina Bay Sands dan Singapore Flyer, lari disini bisa bikin kacau pace biasanya.

Banyak berhenti untuk mengambil foto, meminta orang buat difotoin dan tentu saja, cuci mata lihat cewek-cewek yang juga lelarian. Saya memilih jalur lari yang panjangnya sekitar 8 K.

Bagian yang paling saya suka adalah jalur memutar yang berada di atap Marina Barrage. Sungguh tempat beristirahat yang menyenangkan. Sembari melihat orang-orang bermain layang-layang, kita disuguhi pemandangan sekitar Sungai Singapura.

Dari hotel, saya naik MRT dari Orchard menuju Raffles Places. Dari sini perjalanan saya lanjutkan dengan berjalan kaki melewati kawasan perkantoran dan hotel menuju Patung Merlion. Sungguh, rasanya agak kikuk ketika kebanyakan orang berpakaian rapi lalu lalang dan saya berjalan dengan celana dan kaos olahraga.

Di sekitar patung Merlion, seperti sudah saya tebak, banyak pelancong yang sedang menikmati suasana sore sembari mengambil gambar simbol negara ini dari berbagai sudut. Ada dua-tiga orang yang sedang menikmati lari sore.

Saya melirik jam di pergelangan, masih pukul 16.00, kebanyakan orang masih di tempat kerjanya masing-masing. Di sini, saya lalu bersiap-siap dengan peregangan terlebih dahulu. Ada perasaan agak kikuk muncul karena merasa satu-satunya orang yang beraktifitas berbeda di sana, di antara para turis-turis yang datang dari berbagai negara.

Entah karena perasaan senang karena berlari untuk pertama kalinya di luar negeri atau karena lari di kawasan wisata terkenal. Saya punya perasaan senang yang berbeda dari biasanya.

Cuaca yang cukup panas pun tidak saya hiraukan. Seperti saya tebak, saya tidak bisa fokus pada pace lari biasanya. Kepala saya sibuk clingak clinguk melihat suasana di sekitar taman ini dan tentu saja sembari melihat jalur lari saya.

Melewati bangku-bangku taman yang penuh oleh orang-orang yang sedang bercengkrama dan mengetahui hanya saya yang sedang lari sore itu, perasaan aneh sempat menyelimuti.

Ah, mungkin hanya saya aja yang kegeeran padahal orang-orang juga pada cuek. Jalur untuk kawasan pejalan kaki sangat jelas dan aman. Itu yang pertama kali terlintas di kepala saya.

Bayangan garis putus-putus yang tertera di peta wisata, yang saya baca sebelum ke sini, lambat laun mulai tampak nyata di depan saya. Keterangan yang jelas sebagai jalur lari di peta tersebut dengan mudah bisa terlihat di situasi sebenarnya.

Saya terus berlari menyusuri sungai Singapura, melewati sirkuit balap mobil Formula 1, saya sempat tergoda untuk masuk ke lintasan tapi niat tersebut saya urungkan. Singapura sangat terkenal dengan denda nya.

Di negara ini, saya sangat berhati-hati dan tidak bisa sembarangan. Bikin kacau (baca: inisiatif liar) sedikit, bisa kena denda mahal atau sebagai pendatang, bisa bawa nama buruk negara.

Menikmati berlari (meskipun dalam cuaca panas) sepanjang sungai yang sepi di bawah pepohonan, pikiran saya melayang kemana-mana. Betapa teraturnya kota ini. Betapa sangat ramahnya kepada pejalan kaki (setelah berjalan kaki ke beberapa tempat sejak kemarin).

Sebagai pencinta jalan kaki, saya sangat merindukan negara saya berlaku serupa. Saya juga mengingat kawan-kawan saya di Semarang. Mereka pasti senang berlarian di sini. Bisa seru foto-foto.

Di ujung rute sungai ini, saya masuk ke terowongan bawah tanah yang berujung di sisi seberang jalan raya. Melihat rute lanjutan sudah mulai masuk ke tepi jalan raya dan gedung-gedung, meskipun jalurnya pun aman dan nyaman. Saya putuskan untuk kembali menyusuri rute sebelumnya dan berharap untuk dapat melanjutkan lari ke lokasi menarik lainnya.

Kembali ke area Marina Bay Sands, rute berikutnya melewati jembatan yang menyeberangi Sungai Singapura. Jembatan yang unik karena berbentuk seperti akar-akar rotan yang bergelung-gelung. Seperti jembatan kayu di Kalimantan atau ke Baduy Dalam. Namun, tentu saja di Singapure dibuat dari besi baja.

Di sini saya belok ke kiri karena dari dalam jembatan ini, saya melihat ke sebelah kiri ada bangunan unik yang dari kejauhan terlihat layang-layang sedang berterbangan dengan tingginya. Foto dari sana pasti bagus, pikirku.

Lagi-lagi, jalur pemisah tampak jelas antara kendaran bermotor dan pejalan kaki. Bahkan tanda-tanda lain seperti hewan liar yang kadang-kadang muncul atau stasiun MRT/Bus terdekat. Sungguh tempat yang memudahkan siapapun untuk jalan-jalan menikmati sudut kota ini.

Makin mendekati bangunan tersebut, senyum saya makin mengembang. Jalan memutar menanjak menuju atap bangunan. Hampir pukul 5 sore dan makin banyak orang-orang terlihat berlari di sini. Entah berlari santai maupun serius seperti sedang berlatih untuk mengikuti lomba.

Dari atap Marina Barrage, saya bisa melihat pemandangan sekitar sungai. Lagi-lagi, saya tersenyum. Bangunan ini sebenarnya adalah bagian dari penampung air yang juga berfungsi sebagai pengontrol banjir namun mempunyai fungsi tambahan yaitu tempat wisata dengan atap hijaunya di mana masyarakat dapat datang piknik, bermain layangan atau sekedar menikmati hembusan angin.

Sungguh, saya tidak habis pikir kenapa tidak banyak bangunan publik di negara saya yang dapat difungsikan seperti ini.

Sudah hampir pukul 18.00. Saya putuskan untuk kembali. Mampir sejenak untuk membeli air minum (karena tidak menemukan kran air minum) saya mengikuti jalur memutar museum dinosaurus untuk kembali ke kawasan Fullerton dan lanjut ke stasiun MRT terdekat di kawasan Raffles.

Satu hal yang paling berkesan bagi saya adalah Singapura adalah negara yang sangat menjamin hak-hak para pejalan kaki. Mulai dari kota hingga ke taman-taman atau hutan kota seperti South Ridges ini. Pengguna kendaraan pun sangat menghormati hak-hak ini. Hal ini membuat saya berpikir, kapan negara saya bisa seperti itu?

Pengalaman berlari di negara lain membuat saya memikirkan Jakarta. Betapa terbatasnya pilihan rute lari selain di kawasan Stadion GBK Senayan atau pusat kebugaran. Paling nyaman mungkin di dalam kebun binatang Ragunan. Bahkan Hari Bebas Kendaraan bermotor pun masih harus bersaing dengan para pengguna sepeda.

Seandainya trotoar untuk pejalan kaki dibangun dengan pondasi pemikiran bahwa setiap pejalan kaki memiliki hak yang sama dengan pengguna jalan lainnya, saya yakin bahwa Jakarta atau kota-kota lain di Indonesia akan menjadi lebih menarik.

Related Posts :

0 Response to "Bisa! Liburan Long Weekend Sambil Lari di Singapura"

Posting Komentar