Inilah yang spesial di pagi hari di Puncak Sikunir, Wonosobo. Dengan keringat dan rasa pegal, demi bisa melihat Sang Mentari yang baru terbangun.
Ribuan langkah kaki tampak kelelahan. Namun sorot mata dari setiap pasang kaki itu masih tetap menyala dengan rasa antusias melihat sang mentari terbangun dari tidurnya menggantikan rembulan yang memudar.
Perlahan, semburat berwarna jingga keemasan itu muncul dan menyapa banyak orang yang sudah menantikannya. Golden sunrise Sikunir! Mari kita flashback sejenak. Tiga puluh menit sebelum momen munculnya matahari terbit tersebut kami hanyalah sekumpulan orang yang masih merasakan lelah dan kantuk. Demi menyaksikan munculnya sunrise legendaris itu kita wajib bangun amat pagi, sekitar pukul 02.00 WIB.
Puncak Sikunir, begitulah warga sekitar menyebut bukit yang berada di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo tersebut. Namanya berasal dari kata kunir (bahasa jawa, kunyit) karena gradasi warna yang muncul dari sunrise itu berwarna jingga menuju kuning, seperti kunyit.
Di kaki bukit terdapat danau bernama Telaga Cebong. Banyak rumah penduduk lokal di sekitar telaga yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Selain itu, bagi Anda yang hobi camping juga bisa membangun kemah di pinggir telaga agar pagi subuh bisa menikmati sunrise di Sikunir. Jika bermalam di daerah Dieng bisa memakan waktu sekitar setengah jam menuju puncak dengan ketinggian 2.263 mdpl ini.
"Perjalanan menuju puncak sekitar 800 meter dan bisa ditempuh kurang lebih 20 menit," kata tour guide lokal yang akan memandu kami.
Perjalanan dimulai. Kebetulan titik pertama perjalanan kami bukanlah titik 'nol'. Tak heran kami sudah melihat beberapa orang dengan napas tersengal-sengal dan memberi isyarat tidak sanggup melanjutkan perjalanan. Kami masih menemukan beberapa rumah warga yang dijadikan homestay. Di kiri-kanan jalan juga terpasang beberapa tenda.
Hari masih gelap, penerangan juga cukup minim. Banyak pendaki yang menggunakan headlamp, senter dan juga flashlight dari smartphone untuk menerangi jalan. Treking awal masih cukup bersahabat dengan bebatuan yang menjadi pijakan, namun semakin ke atas jalan semakin terjal dengan jurang yang menganga. Jalur bebatuan juga berubah menjadi tanah landai yang licin. Untuk mensiasatinya kita bisa berpegangan pada tambang yang dipasang di tengah jalur. Tak jarang banyak pendaki yang terpeleset bahkan jatuh.
Setelah pendakian yang sedikit melelahkan kami mencapai pos pertama untuk beristirahat sejenak. Disana terdapat toilet dan juga musholla. Pendakian masih berlanjut, jalur tanah landai dan bebatuan masih mendominasi. Menengok ke sisi kiri kami mulai melihat sang surya sudah 'bersiap-siap untuk tampil'. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB.
Perjalanan panjang tersebut akhirnya terbayar lunas. Di puncak, terdapat bangunan gazebo dimana para pendaki yang sudah sampai lebih dulu sedang beristirahat. Ada juga yang mulai mencari spot terbaik untuk mengabadikan momen terbitnya matahari dan bernarsis ria.
Yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Semburat berwarna jingga itu semakin terlihat jelas. Selain itu deretan pegunungan seperti gunung Prau, Sindoro dan Sumbing berselimutkan awan menjadi pemandagan yang amat memanjakan mata. Di kejauhan kita juga bisa melihat gunung Merbabu dan Merapi meski sedikit terhalang oleh kabut. Hamparan padang berumput hijau dan rumah penduduk juga terlihat dari puncak. Mentari semakin memancarkan sinarnya dan kembali ke peraduannya seiring dengan langit yang berubah kebiruan. "Selamat Pagi", mungkin itulah yang ingin diucapkan sang surya kepada kami.
Menyaksikan pemandangan di Sikunir tentu menjadi pengalaman tak terlupakan dimana kita menjadi saksi dari salah satu ciptaan Tuhan yang paling indah. Lupakan sejenak sunrise Bromo yang sudah mendunia itu, atau Punthuk Setumbu yang mulai naik daun, disini kita akan menyaksikan sunrise terindah dan terbaik di Jawa Tengah!
Puas menyaksikan sunrise kami memutuskan untuk turun. Setelah hari mulai terang, pemandangan di sekitar bukit tampak indah. Beberapa orang bahkan berhenti sejenak dan mencari spot untuk berfoto. Bahkan ada salah satu spot dengan Telaga Cebong sebagai background. Di sekitar jalur pendakian kita juga menukan banyak ladang kentang dan carica (dibaca karika, tanaman sejenis pepaya yang hanya tumbuh di Dieng).
Setelah mencapai bawah suasana kian ramai karena tenda yang kami lihat saat mengawali pendakian kini mulai hidup. Ya, tenda-tenda tersebut adalah lapak para pedagang yang menjual berbagai jenis makanan seperti olahan kentang, carica dan bubur sumsum. Ada juga yang menjual penganan khas Wonosobo lainnya seperti sego megono atau nasi megana. Anda yang lapar sehabis perjalanan panjang tentu bisa mengisi bahan bakar terlebih dahulu sebelum meninggalkan Sikunir.
Sikunir, bukit ini memang wajib dikunjungi bagi para pemburu sunrise dan pecinta fotografi. Meski tergerus oleh banyaknya tempat wisata sejenis dengan eksotisme sunrise-nya masing-masing, Sikunir masih mendapatkan hati dimata para wisatawan. Ya, si kuning masih akan terus diburu.
0 Response to "Golden Sunrise Sikunir, Si Kuning yang Masih Terus Diburu"
Posting Komentar