Setiap hari, sejak dini hari mereka mulai menjemput rezeki di kawah gunung yang terletak di kabupaten Banyuwangi itu. Mengenakan senter di kepala, sarung tangan serta jaket tipis, para penambang berlomba mencapai kawah Ijen dan mulai memanen belerang.
Suharjo, seorang penambang belerang asal Telemung, Kalipuro, Banyuwangi juga merapatkan jaketnya pagi ini. Suharjo mendorong trolinya sambil menghalau dingin angin pukul 05.00 WIB.
Sudah sejak 17 tahun yang lalu Suharjo rutin menaiki kawah Ijen untuk menambang belerang. Menempuh perjalanan menanjak selama lebih dari satu jam menuju kawah Ijen, tidak sedikitpun membuat gentar langkah Suharjo.
"Penambangnya di sini ada sekitar 300 orang. Yang pasti itu sekitar 274 orang yang terdaftar di tempat kita," kata Saharjo saat berbincang dengan detikTravel, Rabu (9/11/2016).
Saharjo mengisahkan, di tengah menapaki jalur pendakian itu dirinya tidak boleh kalah dengan rasa lelah. Beberapa jalur pendakian menuju Kawah Ijen memang terbilang curam dan hanya dapat dilintasi satu orang.
Para penambang belerang di Kawah Ijen (Kartika/detikTravel)
|
Dengan terus mendorong trolinya, Suharjo akhirnya tiba di kawah Ijen, tempat mengambil belerang. Di kawah ini, traveler bisa melihat langsung fenomena api biru (Blue Fire) yang hanya ada dua di dunia. Wisatawan domestik maupun mancanegara berbondong-bondong mendaki Ijen untuk melihat fenomena itu.
Akhirnya, Saharjo dan teman penambang lainnya harus rela berbagi jalur dan tempat untuk para pelancong yang ingin melihat lebih dekat fenomena itu.
"Kalau lagi musim libur biasanya ramai pengunjung. Kalau sudah di atas, mulai nambang satu hari kadang dapat 150 kilogram belerang," tutur Saharjo.
"Gerobak (troli) ditinggal di tempat datar. Dari kawah kita bawa belerang dengan cara dipikul. Dapat 100 kg paling ringan itu, yang kuat bisa sampai 250 kg, 300 kg satu troli," sambungnya.
Penambang lainnya, Budi, mengisahkan hal yang sama. Budi yang setiap dini hari memacu sepeda motornya menuju Ijen, selalu membawa bekal makanan dari rumah.
"Istri saya yang masak," katanya sambil tertawa.
Perjuangan mendorong troli (Kartika/detikTravel)
|
Belerang yang sudah dikumpulkan ini, nantinya akan dijual kepada pabrik untuk kemudian diolah dan dikirim ke Surabaya. Belerang, kata Budi, kemudian dijadikan bahan campuran untuk berbagai produk sabun, kosmetik hingga obat tertentu.
"Kalau saya setiap hari menambang, tapi kalau sudah lelah suka ambil libur di hari Jumat. Belerang ini kita jual ke pabrik, kalau penambangnya dibayar Rp 1.025 untuk setiap kilogram belerang," ujar Budi. Ya ampun, murah sekali...
Selain dijual ke pabrik, beberapa penambang juga mengkreasikan belerang menjadi berbagai bentuk hiasan yang khas. Belerang yang sudah dicairkan, dibentuk sedemikian rupa dan ditambah ukiran-ukiran. Hasil karya itu kemudian dipajang dan dijual sebagai oleh-oleh dari kawah Ijen.
"Waktu (belerang) masih cair dicetak, nanti 10 menit ditinggal terus diambil. Dibentuk. Belerangnya dihangati aja cair. Kalau diambil dari bawah itu bentuknya batu, karena kena angin langsung ngeras," ungkap Budi.
Selain mengangkut belerang, rupanya troli-troli penambang ini punya fungsi lain loh. Kalau traveler sedang mendaki Ijen dan merasa lelah, namun terlalu sayang untuk menyerah, troli ini siap disulap menjadi kendaraan untuk menuju ke puncak gunung setinggi 2.443 mdpl itu.
Fenomena Blue Fire (Kartika/detikTravel)
|
"Dari puncak berdua itu tarifnya Rp 100.000 kalau dari atas. Kalau dari bawah terus mau naik ke kawah ya mahal. Dari Paltuding (pintu pendakian) ke atas Rp 800.000. Karena yang gerakin troli 3 orang, yang narik 2 orang yang dorong 1 orang," papar Budi.
"Yang naik ya satu. Tiap hari ada, apalagi hari Sabtu sama Minggu itu ramai," katanya.
Keberadaan para penambang ini nyatanya menambah kesan perjalanan mendaki Gunung Ijen. Tanpa malu-malu para penambang kerap menyapa para pengunjung mancanegara yang berpapasan di perjalanan mereka.
"Halo mister. You want to see blue fire, ya?," sapa seorang penambang yang disambut tawa empat orang turis yang tengah melintas.
Wah kalau sampai kalah semangat dengan penambang belerang, malu dong. Ayo, jangan mau kalah dengan mereka saat mendaki Gunung Ijen di Banyuwangi! (aff/aff)
0 Response to "Hidup Itu Keras, Kawan! Belajarlah dari Penambang Belerang Ijen"
Posting Komentar